Sarekat Hijau Indonesia Serukan Penolakan Revisi UU Pilkada dan Kawal Keputusan Mahkamah Konstitusi

Situasi politik Indonesia guncang, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/PUU-XXII/2024, dan Putusan MK Nomor: 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024. dan setelah putusan MK anggota DPR RI kemudian menyikapinya dengan menggelar sidang paripurna untuk menganulir Putusan MK tersebut.

Penolakan DPR RI atas pembangkangan terhadap perintah MK tersebut, telah melukai dan menghina rakyat Indonesia, amarah ini telah menyulut protes dan aksi massa dalam hitungan jam, Perintah MK untuk KPU melaksanakan keputusan MK tersebut, menunjukkan bentuk keseriusan MK untuk membangun ulang, marwah hukum dan demograsi di negeri ini.

Cita-cita reformasi akan hancur, karena keserakahan para pemimpin di negeri ini, yang tidak siap untuk menerima konsekuensi konstentasi pertarungan politik fair, partai politik, yang seharus menjadi salah satu lembaga produksi politisi yang presisi, berpijak pada kepentingan rakyat, telah keluar dari amanat dan cita-cita itu, setiap hari sejak beberapa tahun ini, rakyat disuguhi pertunjukan politik yang tolol dan menyedihkan, rakyat dipaksa partai politik menyetujui calon pilihan mereka, rakyat bahkan mengenal calon tersebut, telah banyak noda pada demokrasi dinegeri ini. Sementara, kerja keras untuk mengawal cita-cita reformasi, yang di bangun dengan darah dan cucuran keringat kerja, oleh  organisasi  rakyat,  telah dikangkangi, kehinaan telah dilabuhkan pada tubuh para pejuang pergerakan demokrasi di negeri ini.

Sebagai bagian dari gerakan  yang ikut memperjuangkan demokrasi di Indonesia, Sarekat Hijau Indonesia (SHI) turut menyampaikan keprihatinan dan seruan penolakan atas keputusan DPR RI yang tidak menunjukan sikap koperatif dan i’tikad baik antar institusi negara.

Ketua umum SHI Ade Indriani Zuchri menyampaikan seruan penolakan atas sikap politik DPR RI terhadap putusan MK, yang dinilai mencederai demokrasi. (22/08/2024)

Ia menyerukan Penolakan Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR RI untuk menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimum calon kepala daerah. Dan lebih memilih mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung (MA) yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni titik hitung usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan, telah memberikan penjelasan gamblang kepada rakyat, bahwa terjadi penyelundupan kepentingan oleh kelompok dan perorangan yang ingin menguasai seluruh aspek bernegara di Indonesia. jelasnya

Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa mereka begitu vulgar menggunakan hukum sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan yang terbukti tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Rakyat menjadi konsumsi politik partai politik, dipaksa mematuhi dan menyetujui calon yang dipilih sepihak oleh mereka, dan bahkan akan melakukan pengangkangan hukum bila perlu. tambahnya

Ade demikian sapaannya menegaskan bahwa Situasi politik yang buruk pada saat ini, telah menurunkan kualitas demokrasi yang dengan susah payah diperjuangkan oleh banyak pihak, tak terkecuali oleh organisasi rakyat, yang mengalami perlakuan buruk, intimidasi dan kriminalisasi dalam membangun demokrasi di Indonesia. Karenanya, Sarekat Hijau Indonesia, sebagai Organisasi Politik Hijau yang menjadi bagian dari gerakan perjuangan kolektif organsisasi rakyat di Indonesia, menyerukan kepada seluruh pengurus dan anggota, untuk dapat melaksanakan seruan ini:

1. Mengawal Keputusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, bersama dengan Organisasi Rakyat lainnya.

2. Mengawal KPU untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis, fair dan adil, dan bermanfaat untuk rakyat.

3. Mendesak DPR dan Pemerintah agar tidak lagi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada yang jauh dari cita-cita demokrasi, dan penghinaan kepada rakyat.

4. Mendorong lahirnya regulasi yang mewajibkan setiap kandidat kepala daerah untuk memuat komitmen keadilan lingkungan pada visi, visi dan program prioritasnya.

5. Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak memilih kandidat yang terbukti terlibat dalam pengrusakan lingkungan. (MY)