Negara dan Kriminalisasi Masyarakat Adat Togean
Taman Nasional Kepulauan Togean adalah sebuah taman nasional di Kepulauan Togean yang terletak di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah yang diresmikan pada tahun 2004. Secara administrasi wilayah ini berada di Kabupaten Tojo Una-una.
Kepulauan ini dikenal kaya akan terumbu karang dan berbagai biota laut yang langka dan dilindungi. Dibentuk oleh aktivitas vulkanis, pulau ini ditutupi oleh tumbuh-tumbuhan yang subur dan rimbun, serta dikelilingi oleh formasi bukit karang. Batu karang dan pantai menyediakan tempat bagi beberapa binatang laut untuk tinggal dan berkembang biak, seperti kura-kura hijau, Kepulauan Togean termasuk memiliki sejarah geologi yang mempengaruhi utama tanah, tumbuhan, dan hewan yang terdapat di dalamnya. Salah satunya adalah peristiwa meletusnya Gunung Api Colo di Pulau Una-una yang menimbulkan kerusakan paling besar di Sulawesi, tidaklah mengherankan bila naturalis terkenal di dunia, Alfred Russell Wallace, mengaku sangat terpesona dengan kunjungannya ke Sulawesi, dan hal ini disampaikannya dalam surat yang ia tulis kepada rekannya Charles Darwin.
Dalam cerita legenda masyarakat adat Togian, manusia yang pertama mendiami Kepulauan Togean berasal dari tetesan langit atau kayangan melalui titian pelangi. Kemudian turun ke bumi di atas dataran Gunung Benteng dan menjelma menjadi manusia, bila kita memhami lebih dalam tentang legenda ini, maka kepulauan Togean, adalah pulau yang berpenghuni sejak dulu, yang berevolusi membangun tatanan keluarga yang berkembang sampai saat ini, sayangnya administrasi negara tidak melihat kepemilikan ulayat sebagai sebuah pengakuan atas tanah yang telah didiami sejak ratusan tahun lalu, eksistensi mereka hanya sekedar mitologi yang perkembangannya harus dibuktikan dengan perlawanan.
Masuknya investasi besar, industri pariwisata, dan kegiatan keilmuwan lainnya di kepulauan Togean yang, akhirnya menhadi ruang pembatas antara masyarakat setempat dengan Togean, telah menghilangkan hak masyarakat dalam memperoleh kehidupan dan kebebasan menjangkau akses pemanfaatan sumber daya alam Togean, rakyat akan dihadapkan pada perjuangan administrasi yang menandakan sebagai manusia modern, sementara Indonesia dibangun berdasarkan pulau-pulau yang membentuk region bernama nusantara.
Hal ini dipertegas oleh Advokat Rakyat Agussalim SH, definisi masyarakat hukum Adat berdasarkan UU 32 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya ‘hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi politik sosial dan hukum. yang diatur pada TAP MPR No IX Tahun 2001 dan UU Agraria No 5 Tahun 1960 yang menjadi landasan utama manifesto UUD 1945.
Karenanya, Sarekat Hijau Indonesia, bersama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya di Sulawesi Tengah, menyatakan sikap menentang segala bentuk kriminalisasi kepada rakyat, yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh negara, negara sebagai penyelenggara pemerintahan, memegang mandat penuh untuk menyelenggarakan aktivitas kesejahteraan, baik itu ekonomi, memberikan rasa aman, dan stabilitas, kearifan negara untuk membuka ruang temu yang inklusi adalah hal yang seharusnya dilakukan, dimana ruang temu ini akan mendatangkan konsesus dan komitmen tata kelola taman nasionak kepulauan togean berbasis partisipasi masyarakat lokal/adat.
Bersama petani, nelayan,masyarakat adat, perempuan di kepulauan togean, Sarekat Hijau Indonesia, akan memastikan berada dalam barisan perjuangan, untuk mendapatkan ekadilan hukum bagi 19 orang masyarakat yang sekarang mengalami kriminalisasi, karena keberpihakan pada rakyat adalah tugas utama yang harus dijalankan oleh negara. (MY)