Aksi Solidaritas Hari Tani Nasional: Berjuang bersama Rakyat mengembalikan tanah dan hak hidup ..

Panjang Umur Perjoengan…
Aksi Solidaritas Hari Tani Nasional yang diikuti oleh KP SHI Sulawesi Tengah..

Dalam rangka memperingati hari tani nasional yang jatuh pada tanggal 24 september, ribuan kaum tani mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah. Mereka datang untuk mengecam tindakan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menjadikan lahan garapan petani sebagai kawasan hutan dengan fungsi konservasi, hutan lindung dan hutan produksi terbatas.

Menurut Ferdinan Lumeno, Kepala Desa Katu, kehadiran Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) menyisakan sejumlah perampasan tanah melalui program sesettlement. “Desa kami tiga kali diusulkan untuk dimukimkan kembali, bahkan negara mendapat dana pinjaman dari Bank Pembangunan Asia hanya untuk memindahkan penduduk yang tinggal di kawasan TNLL”.
Selain Ferdinan, ketua Forum Petani Merdeka (FPM) juga memprotes tindakan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XVI Palu yang secara sepihak mematok lahan-lahan petani di Dongi-dongi. “Mereka datang seperti pencuri untuk mematok lahan-lahan petani. Kami juga beberapa kali dibohongi oleh institusi di bawa KLHK ini, katanya pematokan ini tidak berefek pada pengelolaan kebun-kebun warga, nyatanya, setelah mereka berhasil mematok wilayah kami. Mereka dengan kekuatan aparat keamanan (polisi dan tentara) melarang kami masuk di dalam kebun kami sendiri. Saudara-saudara kami beberapa kali ditangkap, dipenjarakan bahkan ditembaki karena mengambil hasil kebun kami sendiri.” Menurutnya petani dongi-dongi dan seluruh kaum tani di kawasan TNLL dan KPH tidak akan percaya dengan janji-janji pemerintah. Sebagai jalan keluar dari persoalan ini menurut ketua FPM, kaum tani di seluruh kawasan TNLL dan KPH harus bersatu dan membangun organisasi tani sebagai wadah persatuan dan perjuangan merebut kembali tanah yang telah dirampas oleh negara.

Menutup aksi demonstrasi ini, kaum tani dan sejumlah organisasi pendukungnya mendeklarasikan penolakan terhadap program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial (PS). Menurut perwakilan dari masing-masing desa, TORA sama sekali tidak menyentuh akar masalah kaum tani yang hidup dan tinggal di dalam kawasan hutan. Kata mereka, petani di dalam dan sekitar kawasan hutan semua memiliki tanah, hanya saja negara lewat KLHK merampas tanah mereka lewat penunjukan dan penetapan kawasan hutan. “Bagi kami penyelesaian sengketa tanah di dalam kawasan hutan yang dicanangkan oleh pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla, beserta LSM-LSM pendukungnya bukanlah jalan keluar untuk menyelesaikan konflik Agraria. Program Perhutanan Sosial merupakan skema baru untuk merampas tanah-tanah petani. Sebab, program ini hanya memberikan akses mengelola kawasan hutan dengan batasan waktu melalui pemberian izin langsung dari KLHK. Sementara, kaum tani di kawasan hutan tetap tidak diakui dan tidak diberikan hak mengelola tanah untuk tujuan menggarap atau berkebun.” kata Umank, Korlap aksi

Menurut Umank, mestinya pemerintah membangun infrastruktur bagi kaum tani yang tinggal di dalam kawasan hutan, karena hampir semua desa yang ada di dalam kawasan hutan masih terisolasi. Selain itu, pemerintah juga harusnya memajukan keahlian petani agar produktivitasnya meningkat dan membuka akses pasar sekaligus melindungi harga komoditi yang dihasilkan kaum tani sehingga tidak dikontrol oleh pasar global.

Jayalah selalu Sarekat Hijau Indonesia..