Merancang Desa Wisata Ekologi di Desa Gotowasi, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara
sebuah tulisan ade indriani zuchri
Kabupaten Halmahera Timur sebelumnya merupakan wilyah administrasi dari Kabupaten Halmahera Tengah. Kabupaten Halmahera Tengah kemudian dibagimenjadi tiga daerah dimana dua diantaranya adalah daerah otonom baru yakni Kota Tidore Kepulauan (Tikep) dan Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) seiring dengan terbitkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Kepulauan Sula Dan Kota Tidore Kepualauan di Provinsi Maluku Utara.
Saat dimekarkan menjadi kabupaten, wilayah kabupaten Halmahera Timur hanya terdiri atas 45 desa dalam 4 kecamatan yakni Maba, Maba Selatan, Wasile dan Wasile Selatan dengan ibukota atau pusat pemerintahannya di Maba. Melalui Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 4 Tahun 2006, Halmahera Timur kemudian dimekarkan menjadi 10 kecamatan antara lain Kecamatan Kota Maba, Maba Tengah, Maba Utara, Maba Tengah, Wasile Utara, Wasile Tengah dan Wasile Timur dengan jumlah desa sebanyak 102.Pada tanggal 31 Mei dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun terbentuknya Kabupaten Halmahera Timur.
Perjalanan menuju Desa Gotowasi, Kecamatan Maba, Kabupaten Halmahera Timur, ditempuh dengan beberapa alternatif, alternatif pertama melalui udara,dengan jarak tempuh sekitar 30 menit, dari Bandara Babullah Ternate, dengan biaya kurang lebih Rp.350.000-500.000 rb, atau melalui jalan darat, dimana harus ditempuh dengan kapal cepat terlebih dahulu ke Kota Sofifi (ibu Kota Provinsi Maluku Utara) dengan biaya Rp. 100.000 per sekali keberangkatan, dan dilanjutkan dengan mobil travel sekitar 6-7 jam , dengan situasi jalan yang aduhai rasanya… hehhehee..
Dengan menumpang pesawat ATR, saya dan rekan menuju Kabupaten Halmahera Timur untuk melakukan koordinasi dengan Pihak PMD Kabupaten Halmahera Timur, dan melanjutkan perjalanan ke Desa Gotowasi, jarak dari Kecamatan Maba (Ibukota Kabupaten Haltim) menuju Desa Gotowasi ditempuh kurang lebih 1-5-2 jam, dengan kondisi jalan yang sangat menyenangkan, dimana ada batu2 besar,kecil, berkelok-kelok dan turun naik, dengan pemandangan jalan-jalan yang hancur akibat operasional PT ANTAM yang melakukan penambangan (hehheheh)
Desa Gotowasi memiliki luas sebesar 121.423,23 Ha, dengan kondisi topografis dataran dan perbukitan, dengan jumlah penduduk sekitar 1.400 Jiwa, dan luar biasanya, Peradaban dan Budaya yang terawat ratusan tahun lalu, menjadi modal dasar masyarakat Desa Gotowasi dalam merawat alam mereka, Sebagai penduduk yang sangat percaya akan nilai leluhur dan tradisi, masyarakat Desa Gotowasi mempercayai, apa yang mereka nikmati dan rasakan saat ini adalah hasil juang dari leluhur mereka yang telah menjaga alam desa Gotowasi dengan cara-cara tradisional, menghormati semesta dan melindungi semua yang ada dalam wilayah desa, tidak pernah terfikir oleh mereka untuk melakukan pengruskan alam, kalaupun ingin mengambil tumbuhan,hewan -hewan yang hdup dalam pantai,laut dan tanah mereka, mereka akan mengambil secukupnya, sesuai dengan konsumsi harian yang mereka butuhkan, tidak pernah ada keinginan untuk menjual, merelokasi atau menghancurkan ruang hidup habitat lain hanya karena pembangunan infrastuktur desa.
Desa Gotowasi ini termasuk desa pesisir, yang memiliki tiga ekosistem, Hutan Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang. Dimana Hutan Mangrovenya merupakan kawasan Mangrove terv=besar di Habupaten Halmahera Timur, dengan luasan 432,43 Ha. Selain itu hutan mangrove ini berada dalam kawasan pertambangan nikel, yang dikhawatirkan akan tercemar polusi potensial dari aktivitas pertambangan nikel, yang menyebabkan fungsi ekosistem padang lamun,skosistem terumbu karang dan habitat organisme yang berasosiasi lainnya akan terganggu.
Untuk itu, Pemerintah Desa Gotowasi, tengah merealisasikan sebagian Dana Desa (DD) tahap III 2018 untuk pembangunan infrastruktur dari Destinasi wisata Tapalo sebagai syarat untuk kategori desa wisata, tetapi kentalnya tradisi dan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat Desa Gotowasi dan kekhawatiran mereka akan rusaknya sumber daya alam di Desa Gotowasi telah menimbulkan kesadaran dan akhirnya memutuskan bahwa kegiatan pariwisata di Desa Gotowasi akan mengambil pattern sebagai desa wisata berbasis ekologi.
Aktivitas Wisata yang akan dikembangkan di Desa Gotowasi lebih banyak kepada aktivitas dukungan pengelolaan dan proteksi ekologi, hal ini ditunjukkan dengan kampanye nasional tentang terumbu karang dan save our biodiversity yang dihadiri oleh Nadine Chandrawinata di Desa Gotowasi.
Aktivitas wisata lainnya adalah membangun pusat edukasi tentang pentinya menjaga hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang, dengan penyertaan modal dari Dana Desa kepada Badan Usaha Milik Desa di Desa Gotowasi, maka beberapa bangunan infrastruktur yang tidak merusak ekosistem telah dibangun, saat ini,memang pengunjung baru datang dari wilayah Pulau Halmahera saja, atau lebih tepatnya di Kabupaten-Kabupaten di Provinsi Maluku Utara, tetapi diharapkan dengan luncuran dana desa tahap 3 dan selanjutnya,maka spot-spot wisata, tempat-tempat edukasi ekosistem dan fasilitas umu penunjang lainnya dapat segera direalisasikan.
Gotowasi secara jarak tempuh memang cukup jauh, tetapi sebagai sebuah keluhuran, nilai-nilai yang agung tentang bagaimana cara memperlakukan alam, adalah sebuah kejutan yang bagaikan tarikan semesta yang tak pernah kita sadari sebelumnya, sebuah komunitas kecil, jauh dari (peradaban?), tetapi memiliki pandangan revolusioner tentang bagaimana harus menjaga alam, bagaimana menyayangi alam, memperlakukan semesta, hanya karena tidak ingin melukai pesan dari para tetua dan leluhur.
Lalu bila Cinta sudah ditambatkan kepada sebuah Desa kecil bernama Gotowasi,maka apa yang bisa kita perbuat selain menjaganya dengan penuh pengabdian dan ketulusan.
Semoga disatu saat saya bisa kembali lagi ke Gotowasi, atau kepulau pulau Indah lainnya di Maluku Utara..
Indonesia Darurat Bencana Ekologis..