SHI dan Republik Hijau Hadirkan Pengurus Partai Hijau Mongolia dan Kades Pattaneteang Bahas Tata Guna Lahan Desa Berbasis Digital

Shi.or.id, Jakarta – Sarekat Hijau Indonesia (SHI) berkolaborasi dengan Republik Hijau Indonesia kembali mengadakan Green Sunday Discussion. Webinar yang mengangkat tema “Tata Guna Lahan Desa Berbasis Digital: Peluang Potensi Ekonomi Politik Desa” diadakan melalui Zoom Meeting pada ahad (28/4/2024).

Webinar ini menghadirkan pemateri internasional yakni Dulgun (Partai Hijau Mongolia), Lukman (Kepala Desa Pattaneteang, kab. Bantaeng) dan Hendrawan Hasibuan (ketua SHI Sumatera Utara). kegiatan yang dikuti 300 san peserta ini dipandu oleh Nurul Hidayah (Pengurus SHI Sulsel)

Ketua PP SHI, Ade Indriani Zuchri membuka diskusi dengan menyampaikan alasan dipilihnya tema tersebut. “Tema ini kami pilih atas kekaguman terhadap desa Pattenenteang yang terletak di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan” Jelasnya.

“Hal ini dikarenakan Desa tersebut memiliki pemetaan desa secara Digital yang diinisiasi oleh kepala desa dengan tujuan mencegah terjadinya konflik agraria. Dalam pemetaan tersebut juga digambarkan potensi dan peluang ekonomi serta politik desa tersebut” jelasnya.

Dalam diskusi tersebut turut hadir Kepala Desa Pattaneteang sebagai salah satu Narasumber, Lukman. Dalam paparannya menjawab bagaimana menginisiasi pemetaan desa secara digital. Bermula pada tahun 2015 bersama dengan aparatur desa menjalankan pemerintahan sebagai desa paling tertinggal di Kabupaten bantaeng. Selain itu, formula berbasis data yang dikombinasikan dengan peta digital lahir atas sebuah fenomena pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk sekadar menggurukan kewajiban tapi tidak tepat sesaran.

Kepala Desa dua periode tersebut, juga menampilkan model pengembangan desa berbasis digital yang dikenal dengan Sistem Informasi Desa Berbasis Digital. Sebuah apilikasi yang bisa dikatakan terintegrasi, hal ini dapat dilihat pada peta lahan yang digambarkan dengan jelas berdasarkan warna yang memiliki arti tersendiri, mulai dari perkebunan kopi, pemukiman, perusahaan pembangit listrik tenaga mikrohidro, persawahan dan lainnya yang bertujuan memudahkan untuk melihat potensi pengembangan lahan yang ada di desa, salah satunya adalah membentuk jalan tani yang dapat menghubungkan antar dusun yang ada di desa Pattenetenang.

“…tentu, untuk memaksimalkan potensi tersebut, kami melakukan pendataan partisipatif mulai dari aparat desa, ibu-ibu dan pemuda, serta melaksanakan program dengan perencanaan berbasis data yang dipercaya akan lebih menghasilkan program tepat sasaran.” Jelas mahasiswa program magister administrasi pablik Universitas Hasanuddin tersebut.

Tak hanya tata guna lahan, Sistem Informasi Desa Berbasis Digital oleh desa Patteneteang juga mencakupi data yang terkombinasi dalam kepala keluarga misalnya status perkawinan, status pekerjaan, tempat kerja, penghasilan, imuniasasi, KIP, tempat perantauan sehingga hal ini memudahkan dalam mengindenttifikasi data.

Narasumber dalam diskusi ini juga berasal dari Mongolia, Dulgun (Mongoloan Green Party Member). Dalam paparannya menitikberatkan pada apa yang disebut “Public Toilet” Public toilet tercipta dari kondisi geografis dan sumber daya terbatas di negara Mongolia yang dikenal sebagai “Negara Langit Biru” dikarenakan memiliki lebih dari 250 hari cerah dalam setahun hal ini tidak memungkinkan untuk menggunakan jamban yang memerlukan air. Untuk itu diciptakan lah Public Toilet yang ramah lingkungan tapi tetap terjadi pengendalian bau yang tidak akan tercium dalam radius dua meter. Selain itu, juga dipengaruhi oleh banyaknya kunjungan turis ke negara tersebut.

Hendrawan Hasibuan sebagai satu dari ketiga narasumber menegaskan penataan lahan seharusnya dibagi tiga. Pertama, lahan publik, digunakan untuk keperluan publik misalnya tempat ibadah dan rumah sakit. Kedua, lahan komerisal merupakan wilayah yang dipergunakan untuk menunjang perekonomian seperti perdaganngan dan pengembangan wisata.

“…setiap daerah punya potensi wisata yang bisa dijual dan bisa mendapatkan PADes (Pendapatan asli daerah) sehingga bisa meningkatkan ekonomi.” Lanjut ketua Sarekat Hijau Indonesia Sumatera Utara tersebut.

Ketiga, lahan industri. Tata guna lahan ini tidak semua daerah memilikinya. Lahan industri ini harus memiliki perizinan dan setidaknya berada pada jarak yang aman dari perumahan pemukiman untuk menghindari pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.