Cerita Kopi dan Amangboru

Saya sangat terinspirasi dengan cerita amangboru yang menyediakan kopi dari kebun langsung ke penikmat kopi, amangboru tidak pernah menetapkan harga secangkir kopi yang diseduhkan, setiap orang yang minum kopi di lapak amangboru diberikan previledge untuk menentukan sendiri harga kopi yang diminum, ada yang membayar lebih kecil, ada yang membayar lebih besar dari yang diminum, begitulah nilai nilai lokal yang diyakini oleh amangboru, yang tinggal di Marancar,  Kabupaten Tapanuli Selatan.

Saya menerapkan hal yang sama, selaku tuan rumah, Sarekat Hijau Indonesia menyediakan kopi premium, organik dan ditanam dengan cinta yang luar biasa dari tangan dan jemari pejuang lingkungan di Tapanuli Selatan, sampai saat ini belum ada yang membayar kopi, dan rasanya sudah 1kg kopi yang disuguhkan, bukan hanya kopi, tetapi terkadang disertakan juga kudapan pendamping seperti bakwan jagung,pempek, atau kue-kue kering yang dibeli dari online.

Tapi begitulah, hidup mengajarkan bahwa jangan terlalu fokus pada harga, berfikir bahwa setiap yg dikeluarkan harus dibayar dengan nilai yang sama, padahal, memberi tidak ada hubungan dengan pengembalian, dia adanya terhubung pada nilai, yang akan langsung dibayar oleh sang pencipta.

Ditemani oleh Ketua DPW SHI Sumatera Utara, Hendra Hasibuan, saya diperkenalkan kepada Amangboru, dengan niat menikmati kopi yang dipetik langsung dari kebun sendiri, uniknya, dari obrolan saya , Ketua SHI Sumut dan Amangboru, cara Amangboru merawat kopinya sungguh unik, bahkan mungkin dianggap aneh oleh sebagian orang, Amangboru bercerita, dia menganggap pohon kopi tersebut sebagai inang atau anak, setiap pagi bila berkebun, Amangboru akan menyapa pohon kopinya, dan mengajak bercerita, bahkan Amangboru akan meminta berbuah lebat, pada kondisi-kondisi tertentu, hal ini disampaikan Amangboru, sebagai amanah dari orang tuanya, yang harus ia jaga.

Ketua DPW SHI Sumatera Utara juga menyampaikan, bahwa kopi yang ditanam oleh Amangboru juga merupakan wilayah kampanye dan alat perjuangan melawan kopi-kopi impor dan korporasi besar, sehingga upaya yang dilakukan oleh setiap orang yang bersedia mewakafkan dirinya untuk bekerja pada wilayah ekologi, wajiblah diberi apresiasi, dengan terus mendukung distribusi dan manajemen penjualan kopi-kopi organik seperti yang ditanam oleh Amangboru.

Hari ini, SHI mendapat kiriman 500gram  kopi arabica puntang Jawa Barat, dan 250 gram teh dari ciwidei, yang mungkin ini awal dari bayaran kopi -kopi yang diminum sebelumnya. Nilai-nilai lokal telah mengajarkan kepada kita banyak hal pada kita, terutama tentang kebaikan akan selalu dibalas dengan kebaikan.

Salam dari Rumah Gerakan Kaum Hijau Indonesia dan Pencinta Kopi dari Kebun Petani..

Alexa Ade