Ekosida dan Ambang Batas Ekologis
Ridha Saleh
Aktivist Lingkungan dan Hak Azazi Manusia
Panel ahli independent hukum internasional untuk suatu definisi legal tentang kejahatan kelima international, telah meluncurkan dokumen tentang pendefinisian kejahatan ekosida, sebagaimana definisi tersebut diusulkan masuk kedalam amandemen Statuta Roma atau Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).
Salah satu tujuan dimasukanya ekosida sebagai kejahatan kelima internasional, adalah bentuk pengakuan hukum pidana internasional (International criminal of law) atau kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang menekankan bahwa kegiatan atau tindakan penghancuran dan pengrusakan lingkungan hidup sangat buruk adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap perdamaian umat manusia.
Untuk tujuan statuta tersebut, ekosida didefinisikan sebagai suatu tindakan melanggar hukum atas sepengatahuan atau tanpa sengaja dilakukan dengan pengetahuan bahwa setiap kegiatan merusak atau ekploitasi – ada kemungkinan besar terjadi kerusakan terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam yang parah dan meluas atau jangka panjang disebabkan oleh tindakan atau kegiatan tersebut atas dasar atau melalui kekuasaan dan penyalahgunaan kekuasan secara sistimatis.
Istilah “merusak” pada definisi ekosida bertujuan untuk menyasar tindakan yang dibolehkan tapi tidak dilakukan secara hati-hati, mengingat besarnya kemungkinan dampak buruk terhadap lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Penjelasan defenisi tindakan melanggar hukum yaitu :
(i). “Kerusakan parah” berarti kerusakan yang terjadi diakaibatkan oleh suatu tindakan dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian yang amat sangat serius, gangguan atau kerusakan pada setiap elemen lingkungan hidup, termasuk dampak serius pada kehidupan manusia atau sumber daya alam yaitu keberlanjutan lingkungan hidup dan hak generasi masa datang; (ii).“Meluas” berarti kerusakan yang melampaui wilayah geografis yang terbatas, melintasi batas-batas negara, atau diderita oleh seluruh ekosistem atau spesies atau sejumlah besar manusia; (iii).“Jangka Panjang” berarti kerusakan yang tidak dapat diubah atau yang tidak dapat diperbaiki melalui pemulihan alami dalam jangka waktu yang wajar; (iv). “Lingkungan hidup” merupakan elemen khusus yang berarti sumber daya bumi, biosfer, kriosfer, litosfer, hidrosfer dan atmosfer.
Semenmtara penjelasan kerusakan “tanpa kesengajaan” (accidentally) berarti, dengan ceroboh mengabaikan dan tidak patuh serta beraktivitas hanya atas motif keuntungan ekonomi semata mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem yang diprediksi terjadi secara berlebihan dalam kaitannya dengan manfaat keberlanjutan ekosistem dan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Ada dua kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah tindakan dianggap sebagai kejahatan ekosida, pertama, harus ada kemungkinan yang besar bahwa tindakan tersebut akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang sangat buruk dan luas atau jangka panjang.
Sebagaimana tingkat kerusakan tersebut merupakan kriteria sangat penting. Kerusakan yang ditimbulkan harus luas bahkan -di luar batas wilayah tertentu, melewati batas negara, atau berdampak pada seluruh ekosistem atau terhadap banyak orang-, sedangkan jangka panjang yaitu tidak bisa diubah atau diperbaiki melalui pemulihan alami dalam suatu jangka waktu yang dianggap wajar.
Untuk memenuhi kriteria yang kedua, kerusakan tersebut harus merupakan pelanggaran hukum atau perbuatan yang merusak. Pelanggaran hukum tersebut idealnya terjadi diwilayah lingkungan hidup yang dilindungi oleh peraturan disuatu negara atau suatu kawasan strategis kehidupan masyarakat.
Kebutuhan hadirnya hukum tersebut karena, secara nasional diakui bahwa berbagai negara menerapkan peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda, dan tidak banyak larangan dalam hukum lingkungan hidupnya, beberapa tindakan yang diperbolehkan secara hukum berdampak buruk pada lingkungan hidup dan dianggap wajar dalam investasi dan pembangunan. misalnya banyaknya kebutuhan akan proyek industry ekstraktif atau proyek-proyek infrastruktur lainya.
Ambang Batas Ekologi
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup generasi mendatang. Prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan ialah pertahanan kualitas hidup bagi seluruh manusia pada masa sekarang dan pada masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan belum mendefinisikan secara ketat batas dan ambang batas ekologis dalam sebuah tarikan nafas antara pelestarian, kelangsungan lingkungan hidup dan sumber daya alam, hak penghidupan manusia dan kedamaian ummat manusia serta hak generasi masa datang. Frasa mempertimbangkan dalam konsep pembangunan berkelanjutan, secara etik tidak menghalangi secara ketat perhitungan kelestarian dan kemanusian dalam pembangunan berkelanjutan itu sendiri, apalagi menyangkut hak generasi masa datang.
Kegagalan praktek pembangunan berkelanjutan telah mengakibatkan pemanasan global, tidak hanya terjadi pada pemanasan iklim bumi namun juga memicu makin panasnya geopolitik global akibat perebutan dan pengurasan sumber daya alam, penggunaan sumber daya alam tidak lagi secara entiti dikuasai dan dikontrol oleh negara sebagai pelindung kehidupan, namun dikuasi sebahagian kecil oligar yang ada dimuka bumi ini, merekalah yang mengatur sirkular dan mutasi ekologis.
Misalanya, begitu sulitnya semua negara untuk melakukan transformasi energi fosir ke energi terbahrukan, padahal doktrin dan etik pembangunan berkelanjutan itu salah satunya adalah menjaga secara sempurna keberlanjutan sumber daya alam dan hak bagi generasi masa datang.
John Bellamy Foster, salah satu pakar ekologi terkemuka menyebut kondisi terkini dunia yang ditempati, sebagai sebuah kondisi keretakan skala bumi dimana, dapat pula disebut sebagai keretakan sistimatis (systematic crack). Sebagaimana keretakan tersebut telah memicu kesenjangan sosial, krisis air bersih dan terbatasnya akases terhadap pangan dimuka bumi ini.
Keretakan tersebut membuat ambang batas ekologis sama dengan ancaman krisis yang akan menimpah semua aspek kehidupan manusia, New Zeland dan negara kepulauan misalnya, sedang takut atas ekploitasi sumber daya alam di tempat lain karena memicu perubahan iklim yang mengancam negara mereka akan tenggelam dalam waktu yang tidak lama lagi jika manusia tidak secepat mungkin menyadari ambang batas ekologis.
Bumi beserta segala macam sumber daya terkandung di dalamnya mungkin, bukanlah lagi sebuah planet impian, karena semuanya serba terbatas. Setidaknya terdapat beberapa ambang batas kritis planet ini, terparah saat ini adalah masalah perubahan iklim dan kesenjangan sosial serta hilangnya akses terhadap kebutuhan dasar.
Indonesia, sebagai salah satu dari ratusan negara di dunia, termasuk berada dipenghujung krisis sumber daya alam, tentu saja memiliki andil yang cukup besar dalam memberikan beragam efek, peran penting Indonesia sangat diharapkan tidak hanya berkontribusi secara politik dalam diplomasi hijau, namun secara tegas mengambil bahagian mendorong lahirnya hukum ekosida secara internasional- MY