Setelah Digugat, Izin PLTU DIbatalkan Melalui PTUN
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung membatalkan izin lingkungan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Tanjung Jati A yang berapasitas 2 x 660 megawatt (MW) di Desa Pengarengan, Cirebon, Jawa Barat.
Pembatalan izin lingkungan oleh PT Tanjung Jati Power Company tertanggal 28 Oktober 2016 tersebut tertulis dalam putusan Nomor 52/G/LH/2022/PTUN.Bdg pada Kamis (13/10). PLTU ini digugat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) karena dianggap mencemari lingkungan dan memperburuk perubahan iklim.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa mereka mewajibkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Barat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat Nomor 660/32/19.1.02.0/BPMPT/2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan PLTU Tanjung Jati A dan Fasilitas Penunjangnya.
Kuasa Hukum dari Tim Advokasi Keadilan Iklim, Muit Pelu, mengatakan putusan ini menjadi preseden mengenai perubahan iklim akibat pembangunan PLTU Tanjung Jati A. Dia berharap keputusan ini juga menjadi bukti bahwa tindakan pemerintah yang memberikan izin lingkungan PLTU dengan tidak mempertimbangkan perubahan iklim merupakan perbuatan yang melawan hukum oleh penguasa.
Muit berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat seharusnya menerima putusan dan tidak mengajukan banding, sebab Pemprov Jawa Barat telah memiliki aturan yang mengatur pencegahan perubahan iklim dan pemerintah harus membuktikan komitmen tersebut.
“Sampai saat ini kami belum mendapatkan kabar apakah Pemprov Jawa Barat akan banding atau tidak, karena kemarin pembacaannya melalui E-court. Tenggang waktunya tujuh hari untuk menyampaikan pernyataan banding,” kata Muit.
Dalam dokumen putusan tersebut, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PLTU Tanjung Jati A memerlukan bahan bakar batubara sekitar 374,4 ton per jam atau setara 8.985,6 ton per hari untuk menghasilkan tenaga listrik sebesar 660 MW. Apabila dibulatkan menjadi 9.000 ton per hari, maka kebutuhan batu bara untuk 2 unit PLTU Tanjung Jati A 2 x 660 MW adalah sekitar 18.000 ton per hari.
Dengan hitungan selama setahun terdapat 365 hari maka dibutuhkan 6.570.000 ton batu bara setiap tahun untuk operasional PLTU Tanjung Jati A. Dengan membakar batu bara sebanyak itu, PLTU Tanjung Jati A akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 18,85 juta ton CO2e atau 17,1 juta metrik ton (MTon CO2E) setiap tahunnya. Lebih lanjut dapat diasumsikan bahwa setidaknya PLTU Tanjung Jati A akan beroperasi selama 30 tahun sesuai dengan izin usaha dan/atau kegiatan pembangkitan listrik berdasarkan Undang Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
PLTU Dengan umur operasi tersebut, maka PLTU Tanjung Jati A akan membakar setidaktidaknya 197,1 juta ton batu bara selama masa operasinya. Pembakaran batu bara dengan jumlah tersebut akan menghasilkan lepasan CO2 sebanyak 565,5 juta ton atau 513 juta Metrik Ton (MTon CO2E) selama 30 tahun operasi. Lepasan CO2 dengan jumlah sebanyak ini merupakan kontributor yang cukup signifikan terhadap perubahan iklim.
“Operasional PLTU merupakan salah satu kontributor terbesar pelepasan emisi gas rumah kaca, namun Pemerintah maupun Pelaku Usaha seringkali tidak memperhitungkan dampak ini dalam perizinan,” ujar Muit.