TI Indonesia : Perusahaan Tambang dan Komitmen Penegakan HAM
![](https://shi.or.id/wp-content/uploads/2024/07/TI-Aceh-640x384.jpg)
Hasil Penelitian dari Tranparency International (TI) yang telah mengevaluai 121 perusahaan tambang di Indonesia, yang menggunakan metode “Transparency in Corporate Reporting” (TRAC), mengungkapkan, bahwa sebagaian besar perusahaan tambang masih jauh dari transparansi, kebijakan anti korupsi dan komitmen terhadap Hak Azazi Manusia. (HAM).
Peneliti dari TI Indonesia, Gita Ayu Atikah menjeaskan bahwa penelitian yang dilakukan oleh TI mengacu pada dua aspek penting, yaitu Aspek Antikorupsi, yang melibatkan lima dimensi , dan empat dimensi untuk Aspek Sosial serta HAM. Skor rata-rata TRAC untuk Aspek Antikorupsi hanya 0,31 dari skor maksimal 10, sedangkan untuk Aspek Sosial dan HAM, skornya tidak jauh berbedayakni hanya mencapai 0,30.
Gita juga menyampaikan, meskipun industri tambang merupakan pilar ekonomi penting, kebanyakan perusahaan belum memenuhi standar transparansi yang diperlukan untuk mengurangi risiko korupsi dan dampak sosial negatif dalam operasional mereka., untuk menjangkau lebih banyak penerima informasi ini, maka TI Indonesia melakukan diseminasi hasil penelitian ke beberapa daerah,termasuk Banda Aceh,Samarinda, dan Kendari, Di banda Aceh, diseminasi ini dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, dan mengahdirkan narasumber seperti Dadang Trisasongko dari Mersof Law and Governance, TM Zulfikar dari Universitas Serambi Mekah, serta Feman dari Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran Gerak Aceh.
Dalam konteks Aceh, dari 121 perusahaan yang dinilai, hanya PT Mifa Bersaudara yang mewakili daerah tersebut. Namun, perusahaan ini juga tidak luput dari sorotan, dengan mendapat skor rendah dalam Aspek Antikorupsi dan sedikit lebih baik dalam Aspek Sosial serta HAM.
Fernan dari Gerak Aceh menegaskan bahwa penelitian ini seharusnya menjadi pijakan dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dengan lebih bertanggung jawab, mengingat seringnya konflik dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang.
Dadang Trisasongko menyoroti pentingnya investigasi lapangan sebagai pelengkap informasi dari metode TRAC, sementara T.M.Zulfikar mengingatkan pada kompleksitas regulasi dan isu-isu konflik lahan yang masih menghantui sektor tambang di Indonesia, termasuk lemahnya penegakan hukum dan aksi kolaborasi partisipatif masyarakat pada wilayah operasional tambang yang masih minim.
Secara keseluruhan, laporan ini diharapkan dapat mendorong perusahaan tambang untuk meningkatkan transparansi serta komitmen mereka terhadap kebijakan anti-korupsi dan HAM, demi membangun sektor tambang yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab di Indonesia. (SHI-MY)